Rabu, 03 Mei 2017

Membaca Kamu

Membaca laki-laki yang tak bicara ini adalah separuh mimpi indah separuh mimpi buruk, begitu tak pada tempatnya, begitu tak pada waktunya. Amba mencuri pandang lagi ke arah Bhisma. Apa yang sedang dipikirkannya? Apa yang direnungkannya dalam anak matanya? Kelak Amba akan menghabiskan tahun-tahunnya melakukan tafsirnya sendiri, bertolak dari apa yang telah diajarkan Bhisma kepadanya.
dikutip dari: AMBA (2012) karya Laksmi Pamuntjak 


Membaca kamu tidak pernah mudah.
Kamu tidak membiarkanku membaca kamu dengan mudah.
Namun jika memang itu keinginanmu.
Selamat ya.
Kamu berhasil.

biggest realization.....so far

I was surprised when I realized that there are so many things that I’ve missed while I was away (I lived in different city for 3 years). When I came back to Jogja and met my best friends, we talked a lot about our lives. They told me some things or occasions which I hadn’t known yet. I barely remember what those things and occasions are but some of them make me quite surprised. It is obvious because when I lived in dormitory, I had kind of a lack of information. I rarely got up-to-date news or information because the dormitory imposes a rule about the using of hand phone and other electronic things. We could only use hand phone on particular days.
Another thing that I realized is about life. Life outside is crueler than I thought. I used to think that life in the dormitory for the last 3 years was cruel, but apparently it is nothing compared to the real life that I am facing right now.

In the dormitory, I lived with so many strict rules. Some of those rules don’t even make sense, I think, and sometimes they drove me mad. However I would always obey the rules so I wouldn’t be punished. One rule that was always emphasized there is about punctuality. We, the students, had a schedule in the dormitory. We have to go to school, study, go to church, have meals, and pray together at particular time. We also have to go back to our dormitory on time after we go out for what is called “Explore Time”. If we are late, we will be summoned to the guardians (pamong) of the dormitory, and then we get infringement points. It was just that strict. When I started my life as a college student in Jogja, I found out that most people do not care about punctuality. Even on some events I found that they don’t begin on time. This always happened: I was in a hurry so that I would arrive at the place on time, but when I arrived, nothing was prepared yet. Earlier, I was really disappointed and annoyed then I started to think that this is one of the ‘cruelties’ of life. I guess that is one of the cruelties that I couldn’t deal with for a long time. Finally, I tried to embrace myself that it is common in the society, and I have to deal with it. Now, I’ve been getting used to it. Even I still think that it (the habit) should be fixed somehow.

as written on my Writing Tutorial class' assignment

Jumat, 02 Desember 2016

Ada ujian yang ngangenin? Ada!

Ujian yang ini berbeda. Ujian yang ini entah mengapa menarik ingatan saya untuk kembali ke masa-masa itu. Luar biasa. 

dan,

saya rindu.

Saya rindu membuat DUDU; menggunting kertas, menulisinya, dan menempelkannya ke snack.
Saya rindu berangkat pagi untuk surprise ala-ala; meletakkan DUDU di meja ujian.
Saya rindu ‘sambutan’ DUDU di atas meja ujian saya.
Saya rindu belajar ramai-ramai di koridor dan berakhir dengan tidak ada satupun materi yang nyangkut di ingatan.
Saya rindu doa di kerkhof sepulang ujian.
Saya rindu tidur siang sepulang ujian.
Saya rindu sesi ngobrol sebelum belajar.
Saya rindu menginvasi RT, gazebo, atau kapel dengan tumpukan handout, buku, dan snack.
Saya rindu menyelinap ke dapur aspi malam-malam untuk menyeduh kopi atau sekedar mengambil krupuk.
Saya rindu “Eh bangunin aku jam 10 ya!”, “Bobok sana, nanti tak bangunin jam 12.”, dan kawan-kawannya.
Saya rindu belajar dari selesai refter malam hingga saat ayam mulai berkokok.
Saya rindu tutor sebaya dini hari.
Saya rindu dinginnya udara pagi ditambah mata berat saat harus berangkat misa pagi.
Bahkan saya rindu rasa pening di kepala akibat kurang tidur di saat-saat itu, hahahah.


Ujian Tengah Semester dan Tes Akhir Semester di Van Lith ternyata bisa se-ngangenin ini. he he.

Selasa, 16 Agustus 2016

back to that time, please?

it's August 17th, and now I'm wondering about what I did on the exact day in last three years.

I should be there. Standing with my friends on Lapangan Ijo, yelling and cheering up, singing and dancing to the songs presented by the bands, even moshing haha. Taking part in the competition, or maybe I would selling some foods and drinks, cooking, and helping my team in Dapur Sumber Rejeki 23.

good memories. good old days.

see how Pangudi Luhur Van Lith Muntilan SHS celebrates the Independence Day below.

Date: August 16th-17th 2015
Loc: Pangudi Luhur Van Lith Muntilan SHS, Jl. Kartini No. 1, Muntilan
Time: afternoon 'til drop
Photos by: Surya Adhityas










Kamis, 30 Juni 2016

Drowning and Hoping


Man it’s been a long day
Stuck thinking about it driving on the freeway
Wondering if I really tried everything I could
Not knowing if I should try a little harder

Saya gagal.

28 Juni sudah berlalu dan saya gagal.

Sudah 2 hari ini saya merasa ‘tenggelam’. Harapan itu surut. Kini 1 kesempatan yang masih saya genggam adalah jalur Ujian Mandiri. Harapan saya hanya itu. [Jika berharap bukanlah suatu kesalahan].

2016. Saya sudah mengalami 2 kenyataan pahit tahun ini. Pertama saat 7 Mei, saat amplop kelulusan dan ijazah itu saya buka, disana tertera 2 angka yang benar-benar tidak saya inginkan, yang terpaksa menuntut saya untuk memberi sebuah keputusan: perbaikan atau tidak?

Kedua 28 Juni, saat ayah membangunkan saya pukul 14.30. Saya bangun masih dengan perasaan tidak enak karena sudah seharian itu saya diombang-ambing akan sesuatu yang tidak pasti. Beliau ada disana bersama saya. Saat kami menatap layar, tidak ada barcode yang tampak, yang tampak adalah tulisan ‘Mohon maaf, dst’.

Perasaan bersalah.

Kecewa.

Sedih.

Marah.

Tidak ada yang bisa disalahkan. Inilah realita. Menyakitkan, memang.

Les 1 bulan itu sia-siakah? Belajar itu sia-siakah? Semangat dan optimisme itu sia-siakah? Doa itu sia-siakah?

Saya harap tidak.

 “Lyc, gimana lyc?”
“belum beruntung, mau nunggu utul hehehehehe”
“Aku suka jawabanmu! Sangat hopefull. Semangat!”
-          - R

“Nggak usah minder wkwkwk. Banyakin doa aja.”
“Iya mas :)”
“Semangat lyc :) Jo nangis. Tetep tak nteni koe sampai kapanpun wkwkwk”

-          - J

Jumat, 24 Juni 2016

Selasa, 14 Juni 2016

Hidup Baru?


Semua ujian telah saya selesaikan. Buku-buku pelajaran sosial humaniora yang tiap malam saya lahap dalam 1 bulan ini sudah masuk kardus. Demikian dengan kertas-kertas soal tryout.

Teman-teman. Sahabat. Para perantau yang memenuhi kota ini selama 1 bulan mulai bermigrasi, pulang, menuju keluarga mereka.

Tidak ada rutinitas bangun pagi lagi setelah ini. Sekarang saya akan akrab dengan matahari yang sudah tinggi, saat cahayanya menerobos melalui jendela kamar saya. Setidaknya itu terjadi sampai perguruan tinggi meminta saya untuk menghadiri OSPEKnya.

Waktu yang saya habiskan bersama kasur dan smartphone akan semakin banyak. Atau mungkin membaca ulang buku-buku yang sudah lama tidak saya sentuh.

Harapannya saya akan semakin sering menggerakkan jemari saya di atas tuts keyboard dan menatap monitor. Mengeluarkan apa yang saya pendam dalam hati dan dalam otak saya.

Semoga.
6 Juni 2016

Kalyca Kris.